Kamis, 03 November 2011
Kamis, 27 Oktober 2011
Rasa kesalku
Paling kesel lo da orang yang ngomongin kita di belakang kita. Itulah yang terjadi hari ini.
Ada seorang guru yang ngomongin kelas q dan itu pun ngomonginnya di kelas lain. Seharusnya kalau ngerasa gak seneng ma kelasku ya ngomong aja langsung di kelas, masak ngomonginnya di kelas lain sih, gimana kita mau berubah n tau permasalahannya kalau nggak diberitahu apa permasalahan kita secara langsung...
Aku bener2 kesel ma tu guru. Aku sadar koq seharusnya sebagai siswa kita ga boleh berpikiran buruk tentang guru kita. Tapi mau gimana lagi, sakit hatiku telah mengalahkan pikiran itu.
Aku lebih bisa menerima jika guru itu memberitahu apa kesalahan kelasku, bukan malah nyindir2 kelasku di kelas lain. Apa coba kesan kelas lain terhadap kelasku, gak banget kan?
Apa sih susahnya ngomong langsung, masak setelah bertahun-tahun jadi guru sampai sekarang masih gak punya keberanian untuk menasehati muridnya sih? Masak guru gak punya wibawa di depan muridnya sih? Kalau begitu gimana muridnya mau hormat sama gurunya kalau gurunya kayak begitu?
Hah, aku sangat sebel sama gurunya. Apa lagi besok gurunya ngajar. Gak tau deh gimana sikap temen-temen besok, semoga aja atmosfernya gak seburuk perasaanku saat ini....
Ada seorang guru yang ngomongin kelas q dan itu pun ngomonginnya di kelas lain. Seharusnya kalau ngerasa gak seneng ma kelasku ya ngomong aja langsung di kelas, masak ngomonginnya di kelas lain sih, gimana kita mau berubah n tau permasalahannya kalau nggak diberitahu apa permasalahan kita secara langsung...
Aku bener2 kesel ma tu guru. Aku sadar koq seharusnya sebagai siswa kita ga boleh berpikiran buruk tentang guru kita. Tapi mau gimana lagi, sakit hatiku telah mengalahkan pikiran itu.
Aku lebih bisa menerima jika guru itu memberitahu apa kesalahan kelasku, bukan malah nyindir2 kelasku di kelas lain. Apa coba kesan kelas lain terhadap kelasku, gak banget kan?
Apa sih susahnya ngomong langsung, masak setelah bertahun-tahun jadi guru sampai sekarang masih gak punya keberanian untuk menasehati muridnya sih? Masak guru gak punya wibawa di depan muridnya sih? Kalau begitu gimana muridnya mau hormat sama gurunya kalau gurunya kayak begitu?
Hah, aku sangat sebel sama gurunya. Apa lagi besok gurunya ngajar. Gak tau deh gimana sikap temen-temen besok, semoga aja atmosfernya gak seburuk perasaanku saat ini....
Jumat, 21 Oktober 2011
rasa takutku
Maybe aku termasuk tipe orang yang takut melakukan sesuatu atau pun mencoba sesuatu karena takut gagal. Sesungguhnya aku pun tak tahu kenapa aku jadi kayak gini. Mungkin aku terlalu naif jadi orang, tapi aku gak bisa menghilangkan rasa takut itu. Aku pun cenderung memilih untuk melarikan diri dari semua itu, namun seperti bayangan, mereka selalu menghantuiku kemana pun aku pergi. Aku benci diriku yang seperti ini. Ingin rasanya aku mencoba untuk berubah, namun setiap keinginan itu muncul, rasa takut itu kembali menghentikan langkahku untuk mencobanya. Aku takut akan gagal dan mengecewakan orang-oang yang berharap aku akan mampu dan sukses melakukannya. Aku sering mengejek adikku tentang rasa takutnya untuk pergi ke tempat gelap sendirian, tapi sesungguhnya akulah yang patut diejek karena aku justru takut untuk melangkah maju. Mungkin saat ini orang-orang bisa melihat kalau aku masih berada di garis start dan belum beranjak sesenti pun.
Apa lagi hari ini ada pengumuman tenta sebuah lomba. Aku takut mengajukan diriku untuk terlibat pada lomba itu, padahal sejuurnya aku sangat ingin mengikutinya. Aku pernah mengikutinya tahun lalu dan ternyata aku gagal dan sangat mengecewakan guru-guru yang menemaniku. Meskipun mereka diam saja, tapi aku bisa melihatnya dari sorot mata mereka. Aku benar-benar merasa kecewa karena aku tak hanya gagal tapi aku merasa telah mengecewakan orang-orang yang telah membantuku dan menjelekkan nama sekolahku. Dan saat ini aku sangat takut akan mengulangi kesalahan itu lagi. Aku sangat bingung, apa yang harus aku lakukan?
Dan mungkin aku sungguh bodoh dalam menghadapi masalah ini. Dan aku pun sering mendengar kata-kata "cobalah dulu, gagal hanyalah keberhasilan yang tertunda", namun aku tak pernah dapat memahami maksudnya. Aku terlalu takut untuk gagal lagi. aku takut semua ketakutanku akan abadi selamanya daam diriku ini.....
Jumat, 28 Januari 2011
kata yang tak terucap
Entah mengapa, aku tak bisa lepas darinya. Aku selalu menatapnya tanpa bisa berkata apapun. Kejadian ini terus berlangsung dari saat itu.
Aku hanyalah seorang gadis SMA yang biasa-biasa saja. Sampai suatu hari aku tak sengaja besenggolan dengannya.
“hai, kamu gak apa-apa kan?”, tanyanya padaku.
“iya, gak pa-pa kok”, jawabku seraya berlalu darinya.
Suatu hari aku mengetahui nama orang itu. Dia bernama Yudi, anak IS 2. Dia termasuk siswa yang aktif di kelas nya. Entah mengapa dia selalu ada dalam benakku, disaat makan, tidur, hingga saat jam pelajaran di kelas.
Tak ku sangka aku bertemu lagi dengannya di jam olahraga. Aku tak menyangka ia menghampiriku. Sejak saat itu kami pun mulai dekat. Kami pun sering berolahraga bersama. Suatu ketika aku merasa sangat lelah dan duduk di salah satu bangku di lapangan. Semuanya pun mendadak kabur dalam penglihatanku.
Sesampainya di rumah sakit, dokter memeriksaku. Tak ada orang tua yang menemaniku karena mereka sangatlah sibuk.Hanya Yudi yang ada di sampingku.
Suatu hari aku janjian bertemu dengan Yudi di sebuah taman.
“Yudi kamu sibuk gak? “, telponku.
“gak kok, kenapa?”
“ehm, aku mau ngomongin sesuatu sama kamu. Ku tunggu jam 4 di taman ya”
“oke”
Aku pun bergegas menuju taman. Tak lupa aku membawa surat yang ingin ku berikan padanya. Di dalamnya berisi semua curahan hatiku padanya selama ini. Sesampainya di taman masih sepi tak ada orang. Aku menunggu kedatangannya dengan sabar.
15 menit berlalu, akhirnya aku melihatnya datang. Aku pun langsung berdiri menghampirinya, namun tiba – tiba saja pandanganku kabur.
Keesokan harinya, semua orang mulai dari guru, teman-teman, saudara dekat, serta orang tua ku berkumpul di rumahku. Mereka terlihat sangat sedih. Terutama Yudi dan kedua orang tuaku.
Aku pun hanya dapat menyaksikan mereka tanpa bisa berkata ataupun berbuat sesuatu. Dari sini, aku dapat menyaksikan beberapa karangan bunga dari kolega orang tua serta dari sekolahku.
Ku lihat, Yudi membaca lagi surat yang ku bawa waktu itu.
Dear Yudi,
Maaf telah merepotkanmu dengan menyuruhmu untuk datang kesini. Aku hanya ingin menyampaikan bahwa aku sayang banget sama kamu. Tapi, mungkin aku gak bisa sama- sama ma kamu karena aku takut waktu ku sudah tak banyak lagi. Saat itu dokter telah memberitahu aku bahwa hidupku tak lama lagi. Aku menderita kanker otak stadium 3. Aku tak ingin kamu mengetahuinya dari orang lain sebelum aku memberitahumu. Kamulah orang pertama yang bias membuka hatiku, dan dapat aku percaya. Aku harap kamu akan baik – baik saja.
Karin
Itulah surat yang ku buat untuknya. Sekarang, mereka telah menjemputku. Selamat tinggal Yudi. Selamat tinggal ayah. Selamat tinggal ibu. Ku harap kalian smua akan baik – baik saja.
Aku hanyalah seorang gadis SMA yang biasa-biasa saja. Sampai suatu hari aku tak sengaja besenggolan dengannya.
“hai, kamu gak apa-apa kan?”, tanyanya padaku.
“iya, gak pa-pa kok”, jawabku seraya berlalu darinya.
Suatu hari aku mengetahui nama orang itu. Dia bernama Yudi, anak IS 2. Dia termasuk siswa yang aktif di kelas nya. Entah mengapa dia selalu ada dalam benakku, disaat makan, tidur, hingga saat jam pelajaran di kelas.
Tak ku sangka aku bertemu lagi dengannya di jam olahraga. Aku tak menyangka ia menghampiriku. Sejak saat itu kami pun mulai dekat. Kami pun sering berolahraga bersama. Suatu ketika aku merasa sangat lelah dan duduk di salah satu bangku di lapangan. Semuanya pun mendadak kabur dalam penglihatanku.
Sesampainya di rumah sakit, dokter memeriksaku. Tak ada orang tua yang menemaniku karena mereka sangatlah sibuk.Hanya Yudi yang ada di sampingku.
Suatu hari aku janjian bertemu dengan Yudi di sebuah taman.
“Yudi kamu sibuk gak? “, telponku.
“gak kok, kenapa?”
“ehm, aku mau ngomongin sesuatu sama kamu. Ku tunggu jam 4 di taman ya”
“oke”
Aku pun bergegas menuju taman. Tak lupa aku membawa surat yang ingin ku berikan padanya. Di dalamnya berisi semua curahan hatiku padanya selama ini. Sesampainya di taman masih sepi tak ada orang. Aku menunggu kedatangannya dengan sabar.
15 menit berlalu, akhirnya aku melihatnya datang. Aku pun langsung berdiri menghampirinya, namun tiba – tiba saja pandanganku kabur.
Keesokan harinya, semua orang mulai dari guru, teman-teman, saudara dekat, serta orang tua ku berkumpul di rumahku. Mereka terlihat sangat sedih. Terutama Yudi dan kedua orang tuaku.
Aku pun hanya dapat menyaksikan mereka tanpa bisa berkata ataupun berbuat sesuatu. Dari sini, aku dapat menyaksikan beberapa karangan bunga dari kolega orang tua serta dari sekolahku.
Ku lihat, Yudi membaca lagi surat yang ku bawa waktu itu.
Dear Yudi,
Maaf telah merepotkanmu dengan menyuruhmu untuk datang kesini. Aku hanya ingin menyampaikan bahwa aku sayang banget sama kamu. Tapi, mungkin aku gak bisa sama- sama ma kamu karena aku takut waktu ku sudah tak banyak lagi. Saat itu dokter telah memberitahu aku bahwa hidupku tak lama lagi. Aku menderita kanker otak stadium 3. Aku tak ingin kamu mengetahuinya dari orang lain sebelum aku memberitahumu. Kamulah orang pertama yang bias membuka hatiku, dan dapat aku percaya. Aku harap kamu akan baik – baik saja.
Karin
Itulah surat yang ku buat untuknya. Sekarang, mereka telah menjemputku. Selamat tinggal Yudi. Selamat tinggal ayah. Selamat tinggal ibu. Ku harap kalian smua akan baik – baik saja.
Langganan:
Postingan (Atom)